Saya memang orang yang masih baru memegang kamera. Baru setahun lebih. Tapi telah menjadi profesional, itu persoalan lain. Ada proses panjang yang membuat saya akhirnya berada disini. Diundang mengisi berbagai workshop fotografi adalah sebuah bagian perjalanan. Dan ini kisahnya, saya dan fotografi.
Sudah sejak lama saya menggemari fotografi. Masih saya ingat betapa senangnya saya kala itu. Saya masih SD dan mendapat pinjaman kamera poket. Dengan tabungan yang ada, saya pakai membeli roll film. Lalu foto a la studio yang dibuat sendiri. Dan mencetaknya dengan senang hati.
Saya tidak mengerti apapun tentang kamera dan fotografi. Yang saya tahu, saya suka menghasilkan gambar dari alat kecil itu.
Menyadari orang tua punya ekonomi pas-pasan saya mengurungkan niat untuk membeli kamera. Kamera bagi kami adalah barang yang mewah. Kamera bagi saya hanya angan yang entah kapan akan kesampaian. Saya hanya bisa membayangkannya. Saya hanya bisa menyentuh dan mengelus kamera milik orang lain. Saya berdoa suatu saat akan memilikinya.
Hingga perjalanan waktu tiba dimana saya telah bekerja di suatu perusahaan. Dan benda pertama yang saya ingin beli dari hasil tabungan gajiku adalah kamera. Saya menabung setiap bulan demi untuk membeli kamera dslr, meski yang paling murah. Sayang, di tengah perjalanan saya dapat musibah. Uang tabungan itu terpaksa harus menutup keperluan lain.
Keinginan untuk membeli kamera kadang sudah di ubun-ubun. Apalagi jika melihat kamera orang lain yang tak terpakai atau hanya digunakan sebagai gaya-gayaan semata. Tetapi mengetahui ekonomi keluarga yang sulit, rasanya terlalu egois jika saya berharap seperti itu. Saya kembali meredam angan tentangnya.
Saya hanya menyibukkan diri membaca teori tentang fotografi. Saya belajar tentang pencahayaan. Saya belajar tentang penggunaan kamera. Saya belajar bagaimana memghasilkan foto yang tajam. Dan lainnya. Teori yang entah kapan akan dipraktekkan.
Beruntung teknologi bergerak lebih cepat. Saat kamera telah jadi bagian handphone, saya orang yang sangat senang menyambutnya. Meski tak sehebat kamera dslr setidaknya saya punya senjata di tangan untuk mempraktekkan apa yang pernah saya baca.
Baca juga: Hati-hati, Fujitalk Beracun!
Saya belajar dari siapa saja. Saya belajar dari mana saja. Koran, majalah, instagram, facebook dan lain-lain saya jadikan media belajar. Saya rajin ikut workshop fotografi. Meski di workshop itu, semua orang menenteng kamera, saya hanya membawa sebuah handphone. Saya berusaha percaya diri, yang penting dapat ilmunya.
Sepulang dari workshop saya mempraktekkan teori-teori itu dengan kamera handphone. Meski sempat di underestimate oleh fotografer lain, saya tidak menyerah. Saya sadar, saya tidak begitu hebat oleh karena itu saya butuh banyak belajar. Tentu dengan teori dan rajin praktek.
Alhamdulillah, meski pun saat itu hanya menggunakan kamera hp, saya bisa menjuari beberapa lomba. Saya dimintai foto produk orang lain. Bahkan diminta menjadi pemateri workshop.
Hingga akhirnya, di ulang tahunku yang ke 29 tahun, suami menghadiahkan kamera untukku. Memang bukan kamera baru. Melainkan kamera second temannya. Tapi kondisinya masih sangat bagus. Dan dengan spesifikasi tersebut, kami dapat harga yang sangat murah.
Betapa senangnya saya saat itu. Setidaknya orang yang betul-betul membayar fotoku secara profesional dapat file yang mumpuni dari kamera. Bukan sekedar dari handphone. Itu adalah kali pertama saya betul-betul menghasilkan uang dari memotret.
Baca juga: Ikut Lomba Foto dengan Kamera Handphone
Satu tahun memegang kamera, telah banyak hal yang telah saya dapatkan. Setidaknya saya sudah bisa disebut sebagai fotografer profesional karena orang lain ingin membayar untuk mendapatkan fotoku.
Begitulah… nyatanya perjalanan fotografiku bukan sekedar kemarin sore. Prosesnya telah lama, hanya saja saya baru menggenggamnya sekarang. Karena saya belajar lalu membidikkan mata lensa. Karena saya memotret murni ingin berkarya, bukan sekedar bergaya.
Saya hanya berharap semangatku untuk berkarya akan ada terus. Tidak patah hanya karena segelintir orang yang underestimated. Dan suatu hari orang mengenalku sebagai Winarni seorang fotografer.
Tetap semangat Inar!
Terima kasih kak Er
Boleh lihat hasil-hasil jepretannya ndk?
Silahkan lihat di akun instagram saya : http://instagram.com/winslicious
Pingback: Inart's Story - Kekekalan Energi -