Saya menatapnya dari sofa yang saya duduki, ia sibuk bekerja di depan laptop, di sebuah meja di ujung ruang tamu rumah kami. Saya pun senyum-senyum sendiri, menatap tubuhnya dari belakang. Ada rasa senang yang memenuhi hatiku. Tubuhnya makin berisi.
Akhir-akhir ini badannya memang makin berisi, makin tebal dan lebar di banding sebelum kami menikah. Dia seperti dalam masa pertumbuhan, tingginya saja yang tidak bertambah. Hehehe. Sempat badannya agak turun ketika bulan ramadhan, tetapi sekarang telah bertambah lagi bahkan sepertinya dia lebih besar dari sebelum bulan ramadhan.
Dulu, tubuhnya memang agak kurus, beberapa tulangnya tampak seperti hanya dilapisi kulit. Kadang dia bercanda, saat saya memeluknya di awal pernikahan kami, “Ndak sakit ji itu kita peluk tulang?”, saya hanya tersenyum manis dan makin memeluknya erat. Namun sekarang memeluknya makin terasa empuk dan rasanya makin tidak ingin melepasnya. Rangkulanku di pinggangnya saat kami naik motor pun, sepertinya makin lebar.
Jadi ingat, pada saat pernikahan kami, ada seorang teman baiknya berpesan pada saya. “Kasi gemuk temanku nah!” Syukurlah sekarang temannya bisa melihat sendiri perubahan suamiku.
Belum cukup sebulan menikah, kami memang langsung pindah di sebuah rumah kontrakan. Meskipun kedua orangtua kami masih tinggal sekota, kami tetap ingin memulai hidup baru yang lebih mandiri. Saat tinggal di rumah kontrakan, saya memang masih sulit untuk memasak karena sulitnya alat masak. Empat bulan kemudian, kami akhirnya bisa tinggal di rumah orangtuaku yang sebelumnya ditinggali sepupu. Sejak saat itu saya pun mulai sering memasak.
Sebenarnya saya bukan tipe perempuan yang sering masak di rumah, saat saya masih lajang. Lebih sering langsung makan saja. Kadang-kadang saja bereksperimen di dapur jika lagi mood dan punya waktu. Saya lebih sering praktek masak pada saat ada aktivitas organisasi dan saat saya mendaki gunung. Namun benar kata orang, perempuan itu telah dititipkan insting untuk memasak, tinggal kemauan untuk mencoba saja.
Mulailah saya bereksperimen dengan berbagai bahan makanan dan resep. Makin lama suami saya makin lahap, perlahan porsi makannya bertambah. Dia yang dulu jarang sarapan sekarang mulai membiasakan sarapan. Saya pun sering membuatkan makanan ringan untuknya. Makanan ringan itu dia nikmati setelah makan malam bersama secangkir kopi atau teh sambil mengerjakan pekerjaannya atau sambil menonton. Saat hari sabtu dan minggu saya biasanya membuat jenis makanan lebih banyak, untuk sarapan, snack pagi, makan siang, snack sore, makan malam, snack malam.
Sekarang, beberapa baju dan celananya mulai tak muat lagi. Katanya, baju dan celananya mengecil. Hihi, padahal dia yang makin membesar. Konon, kesuksesan seorang istri dilihat dari bertambahnya ukuran pakaian suaminya.
Saya sangat bersyukur bisa selalu mendampingi suamiku, mendampingi apapun aktivitasnya setiap hari, memanjakannya dengan masakan yang saya buat tulus untuknya. Hanya itu yang saat ini dapat saya lakukan untuk membalas semua ketulusan cintanya.
Pernah sekali saya mengatakan kepadanya,
“Tambah gemuk ki, kak.”
“Karena saya bahagia menikah dengan kita” Jawabnya sambil memelukku.
Aih bahagianya 😀
Suamiku juga di awal menikah secara perlahan tambah pasti bertambah lebar dan tebal gara2 saya suka eksperimen masak 😀
Suamiku juga menyapa saya dengan “kita'” padahal selisih usia kami 3 tahun lebih …
terakhir kali ketemu k’ Acculk memang kelihatan lebih gemuk, deh..bemana nda kalo selalu disuguhi masakan dan kue2 yg enak buatannya k’ Inart,
Mudah2an bisa jg kasi gemuk suami nanti kalo sudah sama2, tp sekarang jg sudah lumayan gemukmi sih..hehehe
arghh terharu…. bahagia dunia akherat buat kalian ya….
itu artinya makmur nart 🙂
suami udah kaya anak ya