Lonely on The Top

      1 Komentar pada Lonely on The Top

Terkadang kita lebih menghargai sesuatu yg kita capai dengan penuh kebimbangan

Aku menarik napas, mengadahkan kepala ke atas, menatap sebuah puncak gunung di antara pepohonan yang rindang. Langit biru tampak muram dengan awan hitam. Sekali lagi aku menarik napas panjang, kali ini lebih dalam, menutup mata, mencoba mengingat sebuah waktu yang terlupakan atau sengaja terlupakan.

Dulu…, ada yang menggoda untuk ditelusuri hingga membuatku melupakan atau sengaja meninggalkan apa yang seharusnya aku raih. Dan kini aku kembali…, yah… kembali menapaki jalan yang seharusnya aku capai. Puncak yang harus aku raih, meski rasanya sudah terlambat. Yah… disaat yang lain mulai menapaki puncak yang lain, aku masih saja disini berharap bisa mencapai tempat itu, merasakan apa yang mereka rasakan, mempersembahkan yang terbaik bagi yang terkasih.

Kaki kanan aku langkahkan diiringi kaki kiri. Menapak bergantian. Bau tanah basah, rerumputan dan pohon tropis tercium begitu khas. Semakin jauh aku menelusuri, mengangkat kaki menapaki setiap pendakian, beban di pundak yang awalnya biasa saja, semakin berat. Beban itu menekan kedua pundakku, mendesak punggungku. Semakin jauh, dadaku semakin sesak, lututku mulai gemetar, apakah aku sanggup? Keraguan mulai menghantui. Atau aku hentikan saja petualangan ini? Tanyaku makin ragu.

Aku menunduk sesak, yang aku tau, aku harus menjadi yang terbaik dan meraih puncak itu. Aku terus melangkah.

Aku mencoba menyimpan lelah itu, meredamnya dengan balutan harap. Harap yang akan mengantarkanku pada sebuah impian yang indah. Kepala aku tengadahkan, terlihat biru langit tersenyum diantara rimbun pepohonan. Mengajakku untuk terus melangkah ke atas.  Tak lama lagi. Tak jauh lagi.

Sedikit demi sedikit aku tinggalkan jejak untuk mencapai tempat yang lebih tinggi. Tetapi… Ah… energiku telah habis. Pendakian dan beban ini mengurasku. Sungguh menyesakkanku. Aku terhenti. Mendekap segala impianku dalam hati. Mengepalkan tangan dan tertunduk lemas. Ada sedih yang mengoyak, kepala mulai terasa berat, akankah aku menjadi pemenang? Atau aku akui saja kekalahanku? Keraguan kembali menyapa.

Terus saja melangkah, sedikit demi sedikit, itu yang aku yakini. Aku terus melangkahkan kaki dengan tetak napas yang tersisa, menapaki jejak demi jejak. Aku terus melangkah mengangkat kaki kanan dan kiri dengan air mata yang tertahan. Jangan berhenti. Jangan putus asa. Keraguan dan harapan berpadu menciptakan kebimbangan.

Langkahku harus terhenti. Belum saatnya untuk meraih puncak itu. Bukan sekarang waktu yang tepat untukku menggapainya. Ada yang berlinang dalam diamku. Ketidakmudahan yang awalnya buatku meragu, makin menguatkanku. Aku sadar kakiku masih cukup kuat untuk menapak. Aku tahu pundak dan punggungku masih terlalu tangguh untuk mengangkat beban. Aku yakin kepalaku masih cukup encer untuk berpikir. Aku yakin aku bisa, dan pasti aku bisa.

Langkahku semakin ringan, Sang Kuasa memudahkan segala jalan. Dengan tangan menumpu pada akar pohon terakhir, aku menarik badan untuk mencapai tempat lebih tinggi. Aku terperosot, hampir saja jatuh. Diam. Hening. Sekali lagi aku mengangkat badan, kali ini lebih kuat. Dan….

Lihatlah… aku kini berdiri pada puncak terindah, puncak terbaik. Akulah pemenangnya…

Namun aku menikmatinya sendiri, menikmati puncak tertinggi dengan kebimbangan yang mengantarku kesana. Sendiri dan menepi. Mereka tak mengerti. Mereka tak peduli.

dedicated for my new status

1 thought on “Lonely on The Top

  1. Marakew

    Kuatkan dan bulatkan tekad untuk melangkahkan kaki menggapai puncak tertinggi. Ketika melihat dan membacanya, gambar dan tulisannya bikin merinding.

    Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.