Saat masih kecil, setiap saya bertanya pada Ibu dan Etta tentang keinginan dan mimpi-mimpi saya, mereka selalu menjawab dengan kalimat pemungkas “ada tonji rejekinya itu, nak!”. Dan memang benar, keinginanku diwujudkan meski uang penghasilan pas-pasan. Etta hanyalah pegawai negeri biasa dengan penghasilan standar dan harus mencukupi kebutuhan istri dan ketiga anaknya. Penghasilan yang kecil tersebut tidak serta merta membuat mereka mengatur keuangan, tidak ada rencana yang matang untuk kami anak-anaknya. Ketika saya beranjak dewasa baru saya menyadari bahwa “ada tonji rejekinya” itu diperoleh dengan mengutang. Terkadang uang sekolah saya terlambat dibayar, saya mengurunkan niat untuk ikut praktek yang membuat kami harus merogoh uang lebih banyak dan yang paling saya ingat, saya kesulitan membayar uang ujian dan wisuda. Kala itu, almarhum Etta tidak memiliki jabatan, hanya gaji pokok yang diterima perbulan.
Perlahan utang-utang terus menumpuk yang selama ini ditutupi pada kami anak-anaknya pun terkuak. Teror telpon dari kartu kredit membuat Etta tidak ingin mengangkat telepon. Syukurlah kala itu saya sudah mempunyai penghasilan, segera saya datangi kantor kartu kredit tersebut untuk menutup kartu dan melunasinya. Ketika Etta meninggal Ibu tidak mempunyai banyak pegangan, hanya tabungan pensiunan yang diterima setiap bulan. Perlahan investasi emas ibu pun habis dan kadang membuatnya kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Satu hal mimpi yang sangat ingin Ibu wujudkan saat ini: naik haji, melihat kabbah lebih dekat.
Begitulah sisi gelap finansial keluargaku dahulu. Sekarang saya telah berkeluarga dan tidak ingin apa yang saya alami akan dialami anakku. Kami ingin melihat dia sekolah mencapai segala cita-citanya tanpa khawatir dengan kondisi finansial, dia seharusnya bisa mendapatkan pendidikan yang terbaik. Begitu pula kami tak ingin menua dengan kondisi hanya terpaku di rumah karena tidak adanya perencanaan. Sebagai pasangan yang sama-sama bukan dari keluarga berada, kami terus belajar mengatur keuangan termasuk mempelajari berbagai macam investasi untuk masa depan yang lebih baik.
Alasan itulah yang membuat kami begitu antusias menghadiri Seminar Sun Life Future hari ini (24/04/2016), seminar yang berisi tentang asuransi, investasi dan kewirausahaan. Sebagai orang yang dulu alergi dengan asuransi, kami ingin mendapatkan tambahan ilmu agar lebih melek mempersiapkan perencanaan keuangan yang matang di masa mendatang.
Waktu telah menunjukkan pukul 11, kami pikir sudah terlambat ternyata acara belum dimulai. Kami dipersilahkan menikmati coffee break yang telah disediakan panitia. Layout Cafe Zafferano di Trans Studi Mall diubah menjadi ruang seminar dengan panggung yang tidak terlalu tinggi dan kursi yang berjejer. Kami memilih duduk di kursi paling belakang menikmati teh, pastel dan sandwich.
Acarapun di mulai. Makassar adalah kota pertama dari 8 kota rangkaian seminar & exhibition roadshow Sunlife Future Plan. Pembicara pertama hari ini Ibu Joice, beliau adalah wartawan Kompas yang saat ini bertugas di Desk Multimedia, khususnya mengisi halaman ekonomi.
Ibu Joice memulai materinya dengan bercerita tentang kisah 2 temannya yang meninggal. Keluarga satu telah di-cover asuransi sedangkan keluarga lainnya tidak memiliki asuransi. Kehidupan kedua keluarga yang ditingkalkan pencari nafkahnya itu pun berbeda. Dengan asuransi yang dimiliki, salah satu keluarga tidak perlu khawatir terlalu tinggi untuk masa depan anak-anaknya sedangkan keluarga lainnya mengalami kesulitan sepeninggalan anggota keluarga yang menjadi tulang punggung mereka.
Pada dasarnya setiap orang yang berpenghasilan memiliki nilai ekonomis, ada beberapa orang yang bergantung kepadanya. Mereka inilah yang wajib diproteksi asuransi, karena ketika mereka kehilangan kerja, cacat, kecelakaan bahkan kematian menjemputnya, bersamaan dengan itu harapan orang-orang yang bergantung padanya juga pupus. Dari hasil survey yang dipaparkan ibu Joice, 64% responden khawatir dengan kesehatannya namun hanya 30% dari jumlah tersebut yang menyiapkan asuransi kesehatan. Begitulah banyak diantara kita yang masih alergi dengan asuransi termasuk kami dahulu. Padahal asuransi itu sederhana, kita hanya diminta menyisahkan sedikit dari penghasilan kita perbulan untuk mengurangi resiko finansial dengan mentransfernya pada perusahaan asuransi.
Setiap orang tentu memiliki mimpi masing-masing. Lalu apakah mimpi itu harus ditunggu begitu saja dengan berkata “ada tonji rejekinya itu” atau harus direncanakan dari awal? Jawabannya tentu yang kedua. Dalam pemaparannya ibu Joice memberikan tips cara memulai mengatur investasi untuk masa depan. Pertama melihat besar tabungan yang ada sekarang dan yang kedua menentukan target. Dengan mengetahui target yang ingin dicapai serta durasinya, kita akan tahu berapa besar dana yang seharusnya kita sisihkan perbulan.
Selain untuk investasi, penghasilan juga harus disisihkan untuk keadaan darurat. Jumlahnya minimal 3 kali pengeluaran tetap tiap bulannya. Lalu bagaimana jika penghasilan kita tidak seberapa? Bisakah kita tetap menabung? Menurut Ibu Joice, semua orang berhak memiliki masa depan yang lebih baik dengan cara mengatur pengeluaran sesuai dengan pendapatan. Cara yang paling sederhana adalah mengatur keuangan dengan menyisihkan 10% tabungan di awal bulan, 30% untuk membayar hutang, 30% untuk investasi jangka panjang dan 30% terakhir baru digunakan untuk konsumsi sehari-hari.
Bagaimana jika penghasilan yang tidak seberapa sama sekali tidak cukup karena tingginya biaya hidup? Solusi terbaiknya adalah menambah penghasilan dengan hobi kita masing-masing seperti yang dipaparkan pemateri yang kedua, Daeng Ipul. Setiap orang tentu punya hobi masing-masing. Sebagian diantara kita hanya menjadikan kesenangan belaka, namun sebagian lagi menjadikan hobi tersebut sebagai penopang sebagian bahkan seluruh biaya hidupnya. Seperti halnya Daeng Ipul, salah satu kegemarannya menulis membawa takdirnya sebagai full time blogger, beliau memilih resign dari tempat kerjanya dahulu dan menjadikan hobi menulisnya sebagai penghasilan utama.
Bagaimana hobi tersebut bisa menghasilkan? Pada acara Sunlife Future Plan tadi, Daeng Ipul membagi tipsnya. Menurut Daeng Ipul, hal yang pertama yang harus dilakukan adalah fokus dengan hobi tersebut, menjalankannya dengan sungguh-sungguh sebagaimana seharusnya, tidak bergantung dari mood. Bila kita telah fokus, kita seharusnya tidak stagnan dengan pengetahuan yang itu-itu saja, terus belajar tanpa henti, akan meningkatkan skill kita pada hobi yang kita jalani. Berjejaring atau menjalin silaturahmi dengan teman-teman dengan hobi yang sama juga sangat penting, dari komunitas kita akan memperoleh motivasi, berbagi metode hingga saling berbagi info. Untuk betul-betul menghasilkan kita perlu menjadi kreatif, memiliki deferensial dengan teman-teman sehobi karena disitulah letak “nilai jual” kita.Perlu diingat hasil yang kita lihat dari orang yang telah sukses meraih penghasilan dari hobinya tidak terjadi dalam semalam, butuh proses untuk mencapainya.
Sekitar 5 tahun terakhir saya menjadikan hobi membuat kue sebagai sumber penghasilan utama namun sekitar 1 bulan terakhir ini saya mencapai titik jenuh, tak ingin menyentuh alat-alat baking dulu. Menurut Daeng Ipul, memang ada kalanya semangat kita naik turun, rasa malas pun datang. Tetapi jika sejak awal kita fokus, konsisten dan selalu menantang diri jadi lebih baik, rasa malas itu akan menyingkir dengan sendirinya. Namun, semua tips di atas tak akan berarti jika kita tidak mampu menjaga etika karena sekali nama rusak kepercayaan akan hilang.
Setelah kita sukses menjadikan hobi sebagai mata pencaharian, jangan lupa untuk berinvestasi baik investasi jangka pendek maupun investasi jangka panjang seperti asuransi. Jika kita masih belum mengerti dan ingin tau lebih banyak tentang asuransi pada acara tadi diinformasikan sebuah web yakni www.brightadvisor.co.id. Bright Advisor adalah media tempat bertanya seputar asuransi jiwa, kesehatan, investasi dan perencanaan keuangan. Menurut saya, web ini sangat membantu terutama bagi orang-orang yang baru ingin menginvestasikan uangnya dalam bentuk asuransi. Di web tersebut kita bisa bertanya tentang apa saja terkait asuransi sebelum menentukan harus mengambil asuransi yang apa yang sesuai kebutuhan kita.
Dalam perjalanan pulang dari acara tersebut banyak hal yang berkeliaran dipikiranku tentang mimpi, tentang rencana, tentang keuangan keluarga. Banyak yang mesti dibenah, banyak yang mesti diperbaiki. Jika salah satu atau kami berdua dijemput ajal, akankah Eci mendapatkan pendidikan yang terbaik? Ah… perencanaan keuangan kami harus disusun kembali, mengurangi hal-hal yang lebih bersifat konsumtif dan berinvestasi lebih banyak. Harapan kami bisa menua dengan bahagia, melihat Eci mencapai cita-citanya dan menjadi terbaik di bidangnya dan membantu orang tua kami untuk segera menunaikan Ibadah Haji. Aamiin.