Kalau ditanya hal apa yang paling bahagia di usia setahun pernikahan kami, saya akan mengatakan semuanya. Bagi saya, pernikahan dengan dirinya adalah salah satu anugerah terindah yang Allah berikan untukku. Alhamdulillah, saya sangat mensyukurinya.
Kebersamaan
Dulu, saya kesemsem melihat kemesraan Ibu dan Etta. Setiap hari, bahkan disaat mereka sedang marahan pun, Etta selalu mencium kening Ibu sebelum berangkat ke kantor. Begitu pula setelah mereka shalat berjamaah, Ibu mencium tangan Etta lalu Etta membalas mencium kening Ibu. Itu mereka lakukan disaat kami masih kecil hingga akhir hayat Etta. Dan sekarang, kemesraan seperti itu saya rasakan setiap hari. Suamiku tak pernah lupa mencium keningku saat dia akan berangkat ke kantor, begitu pula setiap kami selesai shalat berjamaah, saya mencium tangannya dan dia mencium keningku dan kadang langsung memelukku. Begitu banyak kemesraan yang ditunjukkannya untukku sebagai bukti kasih sayangnya.
Kebersamaan yang indah itu, bukan berarti tanpa tantangan. Beberapa kali kami mengalami kesulitan, namun kami tetap berjuang bersama. Justru kebersamaan menyelesaikan segala masalah itulah yang membuat ikatan kami terasa makin kuat. Beruntung, saya dinikahi oleh seorang pejuang yang sangat tangguh. Seorang yang selalu berpikiran positif dan optimis, beberapa kali saya merasa putus asa namun dia selalu meyakinkanku.
Pernah suatu waktu, kebersamaan kami di uji. Ada sebuah tawaran menggiurkan yang menghampiriku. Beasiswa di sebuah kota di pulau Jawa sekaligus kesempatan besar untuk menjadi dosen, sebuah impian yang telah lama saya nantikan. Saya ingat waktu itu, nenek menegurku sebelum saya mengikuti tes: “tegamu itu tinggalkan suamimu”. Keluargaku memang agak konvensional untuk masalah yang satu ini, nenek dan ibu selalu mengajarkan untuk selalu bersama suami. Meskipun suamiku mengizinkan, tetapi tetap ada kegalauan yang menghampiriku. Awalnya semua begitu lancar, rekomendasi beasiswa telah ku dapatkan dan kelulusanku di perguruan tinggi tersebut diumumkan. Tentu saya sangat bahagia. Tetapi entah mengapa, terlalu banyak halangan di akhir hingga saya tak jadi berangkat. Kecewa, tentu saja. Namun, suami selalu berusaha kembali menguatkan, mengingatkan: “Tuhan menginginkan kita tetap berjuang bersama di kota ini”.
Sejak awal menikah kami berusaha agar segera memiliki rumah sendiri, meskipun kami harus lebih berhemat. Alhamdulillah, impian itu terwujud sebelum setengah tahun pernikahan kami. Kami telah memiliki rumah sendiri, semuanya adalah hasil perjuangan kami bersama.
Semoga kebersamaan yang indah ini akan terus menjadi cerita bahagia pernikahan kami hingga akhir khayat bahkan hingga pada fase kehidupan setelah ini.
20-11-2012
setahun kebersamaan kita
semoga sehat selaluuuu