Apakah ini kenyataan? Apakah saya tidak sedang bermimpi? Pandanganku kembali kosong. Insomnia kambuh lagi. Entah sudah berapa kali perasaan seperti ini muncul. Perasaan seakan tidak percaya? Ragu? Gundah? Bingung? Ah… entahlah. Mungkin ini yang disebut Sindrom Pra Nikah.
Insya Allah bulan depan seorang pria paling sempurna bagiku akan menjadikanku istrinya. Sejauh ini semua persiapan berjalan lancar meski ada sedikit kendala dibeberapa hal. Seperti saat mengendarai kendaraan di dalam kota, kami selalu mendapatkan lampu hijau saat di perempatan namun tetap tak mampu mengelak dari macet di ruas jalan.
Mengingat perjalanan kisah kami, saya masih kadang tak percaya hari besar itu tinggal sebulan lagi. Awal bulan Mei yang lalu, tepat di hari ulang tahunnya, keluarganya datang menemui keluargaku untuk merencanakan pernikahan kami. Kamipun melakukan persiapan. Namun, makin mendekati hari H perasaanku makin tidak menentu. Berbagai pertanyaan beraksi liar di kepalaku.
Istri yang Baik
Pertanyaan yang paling sering muncul adalah mampukah saya menjadi istri yang baik untuk pria seperti dia? Sejauh ini, saya sudah yakin akan pilihanku padanya. Banyak alasan yang membuatku memilihnya. Caranya mencintaiku membuatku merasa sebagai perempuan paling beruntung menjadi bagian hidupnya. Saya yakin perempuan manapun yang mendapatkan cintanya, pasti akan merasakan hal yang saya rasakan saat ini, tapi saya tak menginginkan itu terjadi. Biarlah rasa ini menjadi rasaku.
Apakah dia juga merasa beruntung menjadi bagian dari hidupku? Apakah dia mau menerima semua kekuranganku? Apakah saya mampu merawatnya? Membuatkan makanan lezat, mengerjakan pekerjaan rumah. Apakah saya mampu membuatnya bahagia? Dan masih banyak pertanyaan lain sangat mengganggu.
Masih banyak hal yang mesti saya perbaiki, masih banyak hal yang mesti saya pelajari.
Kebebasan
Menikah berarti kita memasuki sebuah dunia baru. Ada kegiatan yang mesti ditinggalkan dan dikurangi. Banyak aturan baru yang mesti dijalani. Meskipun calon suamiku telah mengatakan tidak akan mengekang kebebasanku, tapi tetap saja akan ada yang berubah saat saya masih sendiri dan nanti saat saya memiliki suami.
Tidak boleh lagi pulang malam saat jalan-jalan sama teman-teman. Mereka pun akan sedikit segan mengajakku keluar lagi. Meskipun demikian, saya yakin saya sudah siap dengan konsekuensi tersebut. Teman sejati telah saya temukan.
Hari Pernikahan
Selain mengkhawatirkan hidup setelah menikah, yang tidak kalah membuat gundah adalah akad nikah nanti. Apakah semuanya akan berjalan lancar? Bagaimana seandainya jika terjadi sesuatu hal yang tidak kami kehendaki?
Sekali lagi saya bersyukur mendapatkan calon suami seperti dirinya, dia mampu membuatku yang perfeksionis ini menjadi sedikit lebih tenang. Dia selalu mengingatkan untuk selalu berpikir positif bahwa semua akan berjalan lancar. Semoga saja. Amin
ihhiyyy…kk, tenang saja..keep calm…let it flow.. apalagi di’…
Pokoknya berdoa saja semoga semuanya lancar..
Tapi napa belum ada undanganku kak? .:pasang muka pede bakalan diundang:.
membaca ini saat hujan deras telah diganti gerimis membasahi bumi…terharu, dan bahagia, akhirnya seniorku akan menyempurnakan separuh diennya,..saya doakan semua berjalan lancar…doa ketika hujan Insya Allah maqbul…kami yakin itu…:)
barokallah k, semoga semuanya lancar, dimudahkan, dan jd keluarga Samara…jd begitu ya rasanya??wih..napa saya mulai ikutan dumba’2…
alhamdulillah… ^_^.. bukan saya, tp kenapa sy yg dumba2… hehe
undangka juga kasian
semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah, amin amin amin ya rabbul alamin, di dalam berumah tangga pasti ada perselisihan.. janganq keras kepala kayak dulu de’. ok, semoga menjadi ibu rumah tangga yang baik N bijak. amin