Akhirnya waktu ini datang juga, momen yang telah aku bayangkan sejak pertama kali berstatus mahasiswa. Terkadang, waktu memang sangat kejam, meninggalkan kita dengan mimpi yang indah. Seandainya semuanya berjalan dengan lancar, saya bisa melewati momen ini sejak 2 tahun yang lalu, ketika umurku masih 21 tahun. Tetapi, apa yang kita rencanakan tak selamanya bisa terealisasi tepat waktu, ada rahasia yang mengharuskan kita melalui proses panjang untuk mencapainya.
Rahasia-Nya tetap akan menjadi rahasia, kita hanya mampu menebak apa maksud dibalik semua ini. Selalu yakin, semua ada hikmahnya, maka bersyukurlah, biarkan senyum tetap terukir di hari bahagia ini.
Tepat di acara wisuda kemarin, saya mendapatkan kesempatan sekali lagi untuk membacakan sebuah puisi. Walau tak mampu menyampaikan banyak hal, melalui puisi ini setidaknya saya sempat menyampaikan rasa yang selama ini sulit saya ungkapkan.
#1
Disetiap jeda waktu
Apa yang bisa kita maknai?
Bermula dari transformasi
Lalu perjuangan dari ragu ke ragu
Diantara kitapun mengenang
Kadang tersenyum, kadang berlinang
Bermula dari putih hitam di persimpangan
Lalu kembali ke putih hitam di sebuah gang
Masihkah kau ingat kawan?
Saat kita terpaku dengan pena ditangan
Menelusuri labirin inspirasi yang sulit ditemukan
Masihkan kau ingat kawan?
Saat kita menelusuri setiap jengkal jalan
Untuk menuliskan sebuah laporan
Kebahagian dan kegelisahan pun mengulang
Ritme-ritme yang membuat kita melayang
Canda tawa dan suka cita di depan sebuah ambang
Hingga kita menemukan jalan keluar dari perjalanan yang panjang
Terima kasih untuk cinta dan kebersamaan
Kalian adalah teman-teman yang tak terlupakan
#2
Gemintang bergelayut turun
Haturkan seluir syair intelektual
Tirai bergetar, berkibar makin lebar
Suguhkan cat untuk mewarnai yang pucat
Engkau berusaha membagi ilmu dengan jelas
Menerangkan banyak di depan kelas
Hadirkan seribu getas
Menciptakan perasaan tulus tak berbalas
Lalu tiba-tiba semua diam
Hening…
Diantara kita ada jarak yang batasi setiap gerak
Kata-katapun meluncur
Yang muntah dari mulut yang mentah
Geram menggelinjang
Menabuh lonceng tak bernada
Maksud hanya menyampaikan resah
Tapi mungkin caranya yang salah
Maaf…
Maaf…
Ijinkan kami meminta maaf
Jika kami pernah menggores hati
Bagi kami, engkau tetap berarti
#3
(khusus untuk sesi ini, saya gemetar membacanya bahkan hampir saja membuat saya menangis)
Orangtua kami yang akan selalu tersenyum
Kami tahu terkadang engkau tak mampu katakan “tidak”
Lalu terpaksa berucap
“Sabar ya nak”
Namun…
Terkadang kami tak menyadarinya
Terkadang kami tak melihatnya
Terkadang kami tak merasakannya
Saat tubuh ringkihmu berusaha keras
Saat peluhmu mengalir deras
Saat air matamu masih membekas
Demi terwujudnya sebuah asa
Melihat kami terus bersekolah
Hari ini…
Kami harap engkau bangga
Melihat kami menggunakan toga
Selamat… Sukses slalu…
selamat k…puisinya bikin mataku berkaca-kaca…
selamat & moga bertambah sukses
Zlmt atas gelar sarjanax. Mdh2an bln 9 nti z bsa nyusul 😀
Puisinya bkn sedih, haru, teringat orang tua.
Selamat ya…..
aq jd tambah semangat tuk nyusul.