Lebih Bermakna

      3 Komentar pada Lebih Bermakna

Saya kembali membaca refleksi tahun 2008 yang saya tulis di akhir tahun lalu. Membacanya lagi membuat saya menarik nafas panjang, ternyata setahun yang lalu tidak banyak yang bermakna. Semuanya hanya menjadi kesenangan semu yang diciptakan hegemoni rekreatif. Bahkan lebih parah dari itu, saya terjebak pada sebuah kondisi dan keadaan yang akhirnya membuat saya betul-betul menyesal.

Beruntung Tuhan masih menyayangiku dan membuatku sedikit mulai mengerti akan makna hidup yang coba dituliskan-Nya dalam skenario kehidupanku. Semuanya membawaku kembali kepada jalan yang sebenarnya.

Dulu, saya selalu berdoa untuk diberikan kebahagian. Namun kebahagian itu tidak juga datang menghampiriku. Ada apa ini? Semakin saya berdoa meminta kebahagian, semakin jauh kebahagian itu bahkan menjelma menjadi penderitaan.

Lalu, saya tak paham mengapa Tuhan tak jua menyingkirkan penderitaan yang saya rasakan. Saat itu saya betul-betul telah terpuruk dalam lembah keputusasaan. Berungkali saya memanjatkan doa, agar Tuhan menyingkirkan penderitaan itu, tapi doa itu tidak juga terkabul. Saya mulai kesal.

Begitu pula saat saya berdoa untuk diberikan sebuah kesabaran untuk menghadapi semuanya. Namun, yang saya rasakan malah sebaliknya, kesulitan itu terus datang, menganggu, menghujat, bahkan mematahkan. Saya semakin marah.

Hingga tibalah saya pada sebuah masa yang sulit dideskripsikan. Sebuah kondisi eforia yang lebih dahsyat daripada ketika saya mencapai puncak sebuah gunung. Disaat jiwa bergetar hebat dan derai tak mampu terbendung. Masa yang hingga hari ini masih sering saya rindukan.

Seiring waktu seluruh isi dunia seakan mendukung perjalananku.

Kini, saya mulai menyadari, saya mulai mengerti. Doa yang kita panjatkan memang tidak selamanya terkabulkan tapi kita akan dituntun untuk mengerti apa yang sebenarnya kita butuhkan. Yah… memang Allah tidak mengabulkan doaku untuk menyingkirkan penderitaan itu tetapi Sang Mahakuasa memberikan kekuatan untuk mengalahkannya, mengalahkan penderitaan itu. Tidak disingkirkan tapi dikalahkan.

Lalu kemana kesabaran yang dari dulu saya minta pada-Nya? Rupanya kesabaran adalah hasil dari kesulitan, kesabaran tidak dihadiahkan tapi harus dipelajari.

Dan kebahagian? Kini saya menertawai kebodohanku yang telah salah kaprah untuk anugerah-Nya. Allah selalu memberikan kita berkat dan kebahagian tergantung pada diri kita sendiri.

Seorang teman pernah berkata pada saya, hanya orang yang pernah merasakan keterpurukan dalam keputusasaan yang akan merasakan kebahagian yang sempurna. Yah… kini saya betul-betul paham dengan pernyataan itu. Dengan terjatuh, kini saya makin memahami bagaimana caranya berdiri tegak dan paham betul apa yang dimaksud dengan berdiri.

Saya yakin, setiap mahasiswa tentu merasa bahagia melihat temannya menjadi sarjana, apalagi mereka yang dulu adalah teman-teman kuliahnya, teman-temannya mengerjakan tugas, teman-temannya melewati masa-masa sulit berkuliah, namun sisi lain dihatinya pasti merasa tidak nyaman bahkan sedih. Sayapun pernah merasakan hal yang sama. Tapi sekali lagi, kini saya mulai paham dengan skenario hidupku.

Disaat teman-temanku sibuk mencari pekerjaan dengan modal gelar dan ilmunya, saya telah berbahagia dengan kedudukan dan fungsiku di tempat kerja sekarang. Bekerja dengan latar belakang ilmu yang saya dapatkan di bangku kuliah. Bekerja untuk pekerjaan yang saya senangi.

Maka kejutan yang paling terindah untuk pertambahan usiaku kali ini adalah sebuah kolokium I yang sungguh mengharukan. Dimana skripsi yang saya kerjakan adalah sebuah manifestasi dari apa yang betul-betul saya pahami. Maka lahirlah sebuah hasil pemikiran seorang mahasiswa dan bukan hanya kumpulan literatur semata atau bahkan hasil plagiat dari karya orang lain. Mampu mempertahankan dan menjelaskannya dengan sangat lancar. Bahkan tak pernah saya membayangkan saat dosen berkata,

“Sebenarnya skripsi ini adalah skripsi mahasiswa S2, tetapi dia mampu menjelaskannya dengan baik bahkan paham betul apa yang dikerjakannya. Kalau begini, dosen hanya mendukung dari belakang bahkan belajar banyak dari dia.”

“Materi ini tidak mudah tapi saya yakin dengan kemampuannya dia pasti bisa menghasilkan konsep dari skripsi tersebut.”

Dan berbagai pendapat lain yang membuat saya sungguh terharu sekaligus bahagia. Kini saya tahu mengapa mimpi saya sengaja di tunda oleh-Nya, agar saya bisa betul-betul memahami dan bisa lebih memaknai apa yang terjadi pada diriku.

Hari ini, saat usiaku telah menginjak 22 tahun, kesadaran saya kembali diketuk bahwa tidak hanya kebahagian yang patut disyukuri tetapi penderitaan, rasa putus asa, kesedihan juga patut untuk dihargai keberadaannya. Sebuah proses harus dijalani dengan sepenuh hati agar semuanya lebih bermakna untuk diri sendiri, untuk orang lain, dan untuk semuanya.

Terima kasih untuk semua doa dan ucapan Selamat Ulang Tahun yang dikirimkan via sms, facebook, friendster, ataupun yang diucapkan secara langsung dengan jabatan, ciuman dan pelukan yang hangat. Luv u all…

3 thoughts on “Lebih Bermakna

  1. Acculk

    “tidak hanya kebahagian yang patut disyukuri tetapi penderitaan, rasa putus asa, kesedihan juga patut untuk dihargai keberadaannya”

    Mantapzz sekali…… (rock)

    yoi, karena tanpa itu kita tidak akan memahami kebalikannya (rock)

    Reply
  2. arhyen

    tapi apakah kita harus pamrih dengan doa² yg kita panjatkan kpd Allah SWT??

    dan saya sendiri pun tdk bisa menjawab pertanyaan itu?

    saya juga tidak bisa menjawab

    Reply
  3. desty

    “Bekerja untuk pekerjaan yang saya senangi.”

    suatu saat kamu mungkin akan bertanya kembali, benarkah pekerjaan itu kamu senangi, atau hanya karena pekerjaan itu sesuai aja dengan programm studi-mu di bangku kuliah?

    *hehe curcol deh jadinya*

    hmmm… mudah2an pertanyaan itu tidak muncul kak. Hehe.. tapi who knows???
    biarlah waktu yang menjawabnya,saat ini saya masih menikmatinya. Hehe

    Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.