Memutuskan untuk ikut IWPC bagi saya adalah sebuah pergolakan batin. Terlalu banyak pertimbangan ini itu. Namun pada akhirnya saya hampir saja menyesal karena tidak ikut. Belajar di program ini di tiga hari pertama, membuat saya yakin langkahku sudah tepat menempuh jalan ini. Saya siap menjadi womanpreneur yang benar.
Zona Nyaman yang Tidak Nyaman
Beberapa hari lalu saya menangis sejadi-jadinya. Entah karena hormon saat haid, entah karena memang lagi tidak berdamai dengan keadaan. Alasannya sederhana, “mengapa saya bangun dari tidur dan tidak tau mau melakukan apa?”. Saya seperti melewati jalan tapi tak berpijak. Mengawang.
Sebelum akhirnya jadi pure Ibu Rumah Tangga, saya pernah menjalani bisnis. Bisnis kuliner, bisnis craft, bisnis jual beli produk homedecor dan lainnya. Bagi yang sudah lama mengenal saya, pasti tau hal ini. Saya mengikuti berbagai pelatihan wirausaha. Mulai yang diadakan pemerintah, dapat ilmu dan uang transpor. Hingga yang diadakan swasta dari yang gratisan hingga berbayar. Namun pada akhirnya semua bisnis itu berakhir dengan “begitu saja”. Saya tidak fokus. Dan saya memutuskan untuk mengakhiri kisah kami.
Menjadi perempuan yang tinggal di rumah dan mengharapkan sepenuhnya gaji suami membuat saya berada di zona nyaman yang sebenarnya saya sendiri merasa tidak nyaman. Saya bukan orang yang bisa tinggal diam begitu saja di rumah. Saya suka bergerak dan membuat hari-hari saya menjadi dinamis. Sejak kecil saya sudah jualan dan mempunyai penghasilan sendiri. Mengerjakan berbagai pekerjaan rumah tangga berulang kali dalam waktu tidak beberapa lama, rasanya jauh lebih sulit dibandingkan saya disuruh mengerjakan laporan berulang kali.
Saya berusaha berpikir lebih keras. Harus melakukan apa melepas kesuntukan ini? Namun saya tak juga menemukan jawaban apa-apa. Air mata malah terus mengalir begitu saja. Eci yang melihat mamanya nangis langsung memeluk dan ikut menetestakan air mata. Empati anak ini memang cukup tinggi.
Menjadi Womanpreneur
Menjadi seorang perempuan dan punya bisnis, memang bukan hal yang mudah. Seringkali membuat kita kehilangan arah begitu tiba di rumah. Belum urus suami, urus anak, urus segala kebutuhan rumah tangga, dan lain-lain. Apalagi jika suami tidak ikut andil dalam bisnis tersebut. Belum lagi kalau dia menampakkan lagak yang tidak begitu mendukung.
Mulanya tidak fokus lalu berlanjut ke pekerjaan yang setengah-setengah. Dan diakhiri dengan kerugian. Maunya untung malah lebih sering ambil modal tambahan dari gaji yang diberikan suami. Hal itu yang membuat saya hibernasi. Menjauh dari dunia bisnis. Menutup diri. Menolak semua kostumer. Tenggelam dalam kondisi nyaman yang sebenarnya tidak nyaman.
Oleh karena itu saat pertama kali melihat flyer IWPC Batch 16 yang berlokasi di Makassar, saya cuek saja. Saya takut untuk memulai. Saya tidak yakin, bisnis mana yang ingin saya berikan nafas baru. Khawatir kalau ikut, bisnisnya kembali begitu-begitu saja.
Namun disisi lain, hati kecilku diketuk. Sampai kapan saya tergantung pada suami? Bagaimana akan kebutuhan Ibu? Bagaimana simpanan pribadi dan jaminan kalau besok terjadi apa-apa? Bukankah saya ingin punya tambahan untuk shopping? Bukankah saya punya banyak impian? Dan segala pertanyaan itu harus saya jawab.
Bertemu Ibu Irma Sustika
Hari itu, Rabu 11 Juli 2018. Emak galau ini akhirnya memutuskan ikut kak Eva untuk bertemu ibu Irma Sustika. Founder program IWPC. Beberapa hari sebelumnya beliau pernah mengirimkan chat untuk mengajak zukaacraft untuk ikutan programnya. Namun saya belum juga tergerak untuk ikut.
Kami ngobrol dari siang hingga malam. Mulai dari cerita beliau yang terjebak di jalan dan terlambat check in di bandara. Hingga cerita panjang tentang IWPC ini. Bagaimana dan apa saja perubahan yang terjadi terhadap para alumni. Apa saja yang telah program ini lakukan. Dan bagaimana program ini bisa menembus pasar internasional.
Satu kalimat yang sangat membekas dan membuat saya makin galau. “Kalau sudah merasa nyaman dengan kondisi sekarang, ya sudah gak usah ikut. Tapi kalau ingin berubah, kamu wajib ikut”.
Malam itu saya pulang lebih larut dari biasanya. Di perjalanan, hati dan pikiran saya bergejolak luar biasa. Napas rasanya berat. Hati kecil seolah berbisik. “Mungkin ini jawaban atas setiap doa yang saya haturkan pada-Nya. Saya ingin berubah lebih baik”. Yah, malam itu tekad saya sudah bulat. Saya memutuskan untuk ikut IWPC. Meski belum tau bisnis mana yang akan saya lanjutkan.
Program yang Luar Biasa
Saya sudah berapa kali ikut program inkubasi bisnis. Materi-materi tentang bisnis dan marketing sudah banyak yang saya dapatkan. Namun harus saya akui, bahwa IWPC ini memang berbeda.
Pertama karena semua pesertanya perempuan. Jadi membuat saya menjadi lebih nyaman. Kondisi perempuan lebih dipahami sesama perempuan. Eci juga terlihat nyaman ikut di kelas.
Selain itu pematerinya betul-betul sangat kompeten. Mulai dari ibu Irma Sustika yang membuka mata saya tentang potensi diri. Dan membuat kening kami berkerut menghadapi Bisnis Model Canvas. Prof Mardiana yang membuat saya makin yakin untuk jadi womanpreneur. Bapak Rujiyanto dengan taglinenya #BrandingItuPenting tidak kalah asiknya. Beliau membawakan materi branding yang membuat saya dihantui oleh “value”. Lalu ibu dokter Juliana Pateh yang membuat kami belajar berhitung hingga kepala panas karena menyadari selama ini bekerja sosial. Dan terakhir yang tidak kalah menarik, Ibu Ellies Sutrisna yang membuat kami belajar tentang 7 P dengan sangat fun.
Tidak hanya sampai disitu. Kami juga didampingi LO untuk mengerjakan PR dari para pemateri. Pada LO ini pula kami dapat berkonsultasi setiap saat. Setelah berpikir, saya pun memutuskan untuk membuat hobby motret saya menjadi bisnis. Saya merasa sangat beruntung didampingi mbak Deka. Saya bisa mengadopsi banyak dari bisnis jasa menulisnya.
Perubahan
Baru saja 3 hari pertemuan mengikuti IWPC saya merasa jauh lebih baik. Tidak galau seperti beberapa hari lalu. Meski agak pusing dengan PR, tetapi ada kebahagian lain yang membuat saya optimis. Saya mulai kembali menyusun laporan keuangan dengan baik. Saya mulai membuat bisnis plan. Saya mulai mengumpulkan materi-materi untuk membangun bisnis. Dan saya menemukan kembali gairah hidup yang membuatku yakin ada sinar terang di depan sana.
Ada program IWPC di kotamu dan masih galau untuk ikut? Saya menyarankan untuk segera ikut. Nikmati prosesnya, ciptakan progressnya. Dan kamu akan mengatakan, “saya hampir saja menyesal karena tidak ikut”
ketcheeee, semangat sy yakin bisa lebih bersinar , aaminn
Ini mirip2 spt saya cerita masa lalunya. Bismillah saya ikutan angkatan 18 Jakarta, meski masih bingung mau bisnis yg mana
Pingback: Inart's Story - Gelaran Pesta Jutawan Sobatku di Makassar -