Catatan panjang yang tidak penting…
Hidup itu dinamis. Tak selamanya menyenangkan dan tak selamanya pula menyedihkan. Adakalanya kita dapat tersenyum dan tertawa tetapi adakala kita murung dan tak kuasa untuk menahan tangis. Semuanya terjadi secara alami dan itulah hidup. Tapi saya yakin, Tuhan menciptakan semua keadaan ini dengan sebuah tujuan.
“Robbana, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Qs. 3 : 191)
Kerja
Bekerja sesuai bidang yang saya pelajari di bangku kuliah sebelum menyandang gelar, merupakan satu anugerah bagi saya. Yah… disaat teman-teman saya yang telah memiliki gelar sibuk mencari pekerjaan dan teman yang lain sibuk dengan kuliahnya, saya telah terjun langsung dalam dunia yang ternyata sangat kompleks ini. Pekerjaan yang membuka mata saya lebih lebar, mengajarkan saya banyak hal yang tidak saya dapatkan di bangku kuliah dan tentu saja menambah pengalaman saya.
Pekerjaan demi pekerjaan menghanyutkan saya dalam dunia ini, saya begitu menikmatinya, rasa ingin tahu saya terus bergelora mencari pertanyaan-pertanyaan baru yang harus segera dijawab di tempat itu. Bos yang mampu memberikan motivasi dan penghasilan setiap bulannya memang sempat membuat saya terlena.
Namun ujian itu datang. Kegiatan yang awalnya saya nikmati, makin hari semakin membuat saya sesak. Selain bos, saya adalah satu-satunya orang yang di kantor tersebut yang berasal dari disiplin ilmu ini, ilmu yang menjadi jantung perusahaan ini. Segala pekerjaan pun ditumpahkan kepada saya. Semakin hari saya semakin jengah, apalagi di pengaruhi beberapa faktor eksternal seperti masalah kuliah dan masalah keluarga hingga membuat saya kram otak. Gaji yang awalnya saya rasa cukup, rasanya tak seimbang lagi jika pekerjaannya sebanyak ini.
Dan pertengahan tahun saya pun memutuskan untuk berhenti.
Setidaknya hal ini membuat saya belajar, bahwa disaat kita memilih suatu jalan kita juga harus siap dengan segala hal yang akan terjadi di sepanjang jalan itu. Kita tak bisa lagi berbalik, hanya bisa berhenti atau segera memilih jalan yang lain.
Masalah Keluarga
Berita bahwa Etta dipromosikan akan naik jabatan, membuat kami sekeluarga sangat senang. Tentu saja, karena hal ini akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi Etta. Namun hari itu tak jua kunjung datang, malah Etta dimundurkan dari jabatannya sekarang karena sebuah alasan yang hanya fitnah belaka. Hal itu cukup membuat kami terpukul. Kami terkucilkan dan semakin dipandang sebelah mata. Semakin menyakitkan ketika melihat kondisi Etta yang kehilangan semangat, beliau pasrah, tak lagi pergi ke kantor dan hanya menghabiskan waktu di rumah untuk nonton, makan dan tidur saja. Terus terang hal itu membuat saya sangat kecewa dan juga tak mampu memberikan motivasi untuk kembali membangkitkan semangatnya.
Alasan ini sempat membuat saya gundah untuk mengundurkan diri dari pekerjaan saya saat itu, mengingat kondisi keuangan keluarga kami yang tidak lagi seimbang. Tetapi saya tetap mengundurkan diri dengan mempertimbangkan untuk segera menyelesaikan kuliah, berharap dengan ijazah di tangan saya bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, lagipula saya masih memiliki sedikit tabungan untuk biaya hidup beberapa bulan
Dari kasus ini saya belajar bahwa sesungguhnya saya memiliki empati yang sangat besar pada seseorang. Saya bisa merasakan bagaimana senang atau sakitnya apa yang orang lain rasakan. Saya bahkan bisa menjabarkan secara detail bagaimana perasaan mereka saat itu. Tetapi, sejak kecil saya tidak pernah diajarkan untuk menunjukkan empati itu. Saya sangat kaku menyampaikan kata-kata yang menenangkan atau bahkan memeluk untuk memberikan kenyamanan. Dan seharusnya mulai sekarang saya belajar untuk menunjukkan kepedulian itu.
Selain itu, keadaan ini memberi saya pelajaran besar betapa pentingnya sebuah perencanaan keuangan. Suatu hari nanti, saya tak ingin hal yang sama terjadi pada keluarga saya, saya tak ingin melihat pendidikan anak-anak saya tersendat hanya karena saya tak mampu membuat perencanaan keuangan yang baik.
Sakit
Memutuskan untuk berhenti bekerja, tidak malah membuat semua urusan kuliah saya berjalan lancar. Saya malah didiagnosa menderita penyakit yang cukup kronis. Hal itu membuat saya resah. Semakin hari sakitnya memang terasa makin parah, bahkan berulang kali saya memohon agar Tuhan mencabut nyawa saya saja daripada harus menderita sakit ini, namun Tuhan berkehendak lain, Dia masih memberikan saya kesempatan untuk hidup. Bukannya berlebihan, tetapi sakitnya sungguh tidak tertahankan. Ingin menjerit tetapi tak mampu terucapkan, ingin merontah tetapi badan tak lagi mampu tergerakkan, dan tanpa terasa hanya air mata yang mengaliri pipi.
Saya pun menjalani terapi 3 kali seminggu untuk menyembuhkan rasa sakit ini, tetapi ongkos terapi yang cukup mahal, seharga dengan sebuah buku, membuat saya memutuskan untuk berhenti mengingat kondisi keuangan saya yang makin menipis. Atas rekomendasi teman, saya pun memeriksakan diri ke dokter ahli dan betapa kagetnya saya mendapatkan hasil bahwa saya tidak mengidap penyakit yang didiagnosa sebelumnya. Aaah… bagaimana bisa? Sedangkan rasa sakit ini begitu sangat menyiksa.
Kemudian saya memeriksakan sakit ke poli lainnya, jawaban sama, saya tidak apa-apa. Whats going on? Berbagai jawaban aneh dari beberapa orang yang saya ceritakan tentang hal ini membuat saya semakin gamang. Saya hanya mengikuti saran mereka yang menganjurkan untuk beristirahat saja dan berusaha menepis praduga lainnya.
Keadaan ini membuat saya memahami pentingnya arti sebuah kesehatan. Tanpa kesehatan yang cukup, kita tak mampu melakukan kegiatan-kegiatan yang telah kita rencanakan.
Sarjana Teknik
Ini adalah rencana dari awal tahun yang belum juga terwujud hingga sekarang. Manuver yang saya lakukan di awal tahun untuk fokus pada pekerjaan membuat saya harus mengambil resiko untuk menunda menyandang gelar ini. Namun semuanya pun tidak semudah itu terwujud saat saya memutuskan untuk berhenti bekerja. Sakit yang saya alami, kurangnya sarana serta masalah lain yang bertubi-tubi datang seakan-akan mendesak saya untuk menunda rencana ini. Berbagai usaha telah saya lakukan tetapi hasilnya tetap mengecewakan.
Sempat berpikir untuk berhenti mewujudkan dan mengabaikan saja mimpi ini, lalu melakukan maneuver yang lebih dahsyat tetapi rasa egois itu seketika luluh saat melihat mata kedua orang tuaku. Bagaimanapun saya harus meraih itu, meski tak secepat yang saya rencanakan dulu.
Yah… sebagai manusia kita hanya bisa berencana dan Tuhan lah yang akan menentukan segalanya. Hasil bukanlah hal yang terpenting, tetapi proses dalam mencapai hasil itu yang akhirnya membuat kita lebih menghargai apa yang telah kita capai.
Buku
Satu hal yang paling membanggakan bagi saya tahun ini adalah saya akhirnya berhasil menerbitkan sebuah buku. Buku yang berjudul Makassar dari Jendela Pete-Pete ini akhirnya selesai saya tuliskan saat status saya masih sebagai mahasiswa. Yah… tak seberapa mahasiswa yang menuliskan buku dan saya berhasil melakukannya.
Syukur Alhamdulillah, buku ini mendapat sambutan yang sangat baik. Bahkan tidak sampai 3 bulan buku itu sudah habis. Banyak yang menyangka saya menjadi banyak uang karena buku ini, padahal mereka tak tahu bahwa sebagian besar ongkos cetak buku ini saya sendiri yang membiayainya.
Melihat masih banyak permintaan, ingin rasanya mencetak buku itu lagi. Tetapi terdapat kendala pada biaya cetak, uang hasil penjualan sebelumnya bahkan belum mengembalikan modal saya dan uang yang ada telah saya gunakan untuk biaya berobat dan untuk biaya kehidupan saya selama beberapa bulan sejak berhenti kerja.
Hmmm… Seandainya saja ada yang berbaik hati memanajemen penerbitan kedua buku ini tanpa harus saya mengeluarkan modal lagi, tapi sepertinya belum ada titik terang juga hingga hari ini. Smoga tahun depan saya mendapatkan jawabannya.
Buku ini mengajarkan saya bahwa obsesilah yang menggerakkan lahirnya sebuah karya.
Dia
Warna warni hidupku sepanjang tahun 2009 ini tidak terlepas dari kehadiran dirinya. Dia punya satu kisah tersendiri dalam perjalanan hidupku sepanjang tahun ini. Cerita yang panjang, unik, sedikit rumit, aneh namun yang pastinya membahagiakan. Ada yang mengatakan bahwa perjalanan cinta akan indah bila dituangkan dalam sebuah literatur dan saat ini saya berusaha melakukannya, dia adalah sebuah inspirasi yang tak akan habis. Entah atas dorangan apa, saya pun menuliskan sebuah surat pada suatu hari jumat tahun ini. Dan sampai jumat kemarin, sebuah surat di hari jumat masih ku tuliskan untuknya.
Semoga jalan bersamanya dipermudahkan oleh Allah SWT. Amin.
Kini kita telah sampai dipenghujung tahun dan tahun yang baru akan segera tiba. Sekali lagi pengalaman adalah guru terbaik bagi yang ingin belajar kepadanya. Yakinlah, esok semua akan lebih baik. Amin
Amin…moga tahun ini menjadi tahun yg indah N sukses bwat ade’ sekeluarga!!! Tuk ETTA semangatki..reso temmangingngi namalomo naletei pammase dewatae..