Hati-hati, FujiTalk Beracun!

      2 Komentar pada Hati-hati, FujiTalk Beracun!
IMG_1013

Jadi peserta Fuji Talk Makassar

IMG_1012

Bersama Teh Reni hunting foto

Agak terburu-buru saya menaiki tangga gedung Grapari Telkomsel menuju lantai 3. Waktu telah menunjukkan pukul 10, saya sudah terlambat pikirku. Setiba disana, dengan napas yang agak ngos-ngosan saya mengintip ke dalam lobby dan melihat peserta masih tampak santai duduk di sofa. Saya melirik ke sebelah kiri, ruangan workshop, masih tampak gelap. Tidak ada tanda-tanda acara akan dimulai. Saya hanya menunduk, sibuk melihat layar handphone. Tidak ada satupun orang yang saya kenal di dalam sana. Terlebih lagi semuanya adalah laki-laki. Saya tak cukup pandai memulai cerita pada orang yang tidak saya kenal.

Lima menit kemudian, Teh Reni, pemilik Bubur Ayam Bean pun datang. Kami memang janjian untuk mengikuti kelas ini. Di meja depan ruangan workshop tampak beberapa produk kamera Fuji Film, kami menyimak mereka menjelaskan produk-produknya. Agak minder, saya mencoba memahami penjelasan tersebut. Semua orang yang hadir disini telah berbekal kamera di tangannya, ada yang membawa kamera dslr merk lain, adapula yang membawa kamera Fuji Film, sedangkan saya hanya bermodal hape yang memiliki kamera. Meski belum memiliki kamera dslr ataupun mirorless, setidaknya saya mengerti istilah-istilah yang mereka gunakan, di waktu senggang saya sering bertanya di google mengenai hal itu. Hanya sebagai referensi jika kelak punya tabungan yang cukup untuk membeli kamera.

Akhirnya, acara pun dimulai. Setelah acara dibuka, kami diberikan waktu untuk Photo Challenge berhadiah dengan tema: manusia dan teknologi. Peserta dibagi dalam 3 sesi untuk mengambil gambar di Grapari Telkomsel. Pihak Fuji Film mengizinkan kami meminjam alat yang mereka bawa, saya pun meminjam salah satu kamera yang tersedia. Fuji Film seri X-E2. Bentuknya yang klasik membuat saya langsung jatuh cinta, saya memegangnya dan terasa sangat ringan, sangat cocok dibawa traveling, hunting foto di cafe. Tidak berat seperti dslr. Bentuknya pun agak mungil, bisa masuk di tas, tanpa harus membawa tas kamera sendiri. Dan begitu saya mencoba menggunakannya, melihat hasilnya, ah… rasanya ingin membawanya pulang. Hasilnya tajam, warnanya bagus, bokehnya cantik, pastinya akan keren kalau hasil foto dari kamera itu yang akan menghiasi blogku kelak. Tetapi begitu tau harganya 17 juta, saya hanya bisa mengurut dada, berharap tabungan umroh ibu cepat terpenuhi agar saya bisa menabung untuk beli kamera.

Sesi photo challange pun selesai. Sambil menikmati makan siang, kami berbincang-bincang dengan beberapa peserta disana. Beberapa orang tampak begitu familiar, member instamakassar yang biasa saya lihat di booth-booth pameran. Beberapa diantaranya telah saya follow instagramnya meski mereka tidak men-folbek. Saya kagum dengan hasil karya mereka, meski kami berbeda genre.

IMG_0965

Produk-produk Fuji Film pada acara FujiTalk

Sesi selanjutnya, pihak fuji film presentasi. Dari paparan mereka saya baru mengetahui kalau perusahaan Fuji Film sudah ada sejak tahun 1930-an. Alat-alat dari perusahaan mereka digunakan sebagai dokumentasi pada perang dunia. Seiring perkembangan jaman, mereka terus berinovasi. Alat-alat yang dihasilkan bukan hanya sebatas kamera tapi juga merambah ke alat kesehatan dan alat foto copy. Mereka terus berinovasi mengembangkan teknologi kameranya hingga sekarang. Sejak 2008, mereka menghentikan produksi kamera dslr dan fokus pada pengembangan kamera mirrorless yang lebih ringan dan makin banyak yang menyukainya. Inovasi terbaru mereka adalah kamera mirrorless seri X. Perbedaan mendasar kamera mirrorless seri X Fuji Film dengan kamera lain terletak pada susunan bit warnanya. Jika kamera lain susunannya tampak teratur, teknologi mereka mempercayai bahwa ketidakteraturan justru akan membuat warna hasil foto lebih menarik. Ketidakteraturan bit itu justru memperlihatkan huruf X pada susunan warna hijaunya. Dari situlah mereka memberi nama seri X. Tampak menarik ketika mereka memperlihatkan dua gambar mirip yang diambil dari kamera yang berbeda, dan dengan kamera Fuji Film seri X warna merah di sela-sela dedaunan yang tidak menonjol di kamera lain, tampak jelas di gambar. Menyimak semua penjelasannya itu, terdengar sayup-sayup kata racun di kepalaku. Rasanya ingin segera membelinya, tapi….

FujiTalk pun memasuki sesi terakhir, sesi bincang fotografi bersama Armin Hari. Beliau berbagi tentang travel fotografi, tentang etika fotografer sebelum dan saat masuk ke lingkungan orang lain. Beliau menekankan pentingnya meminta izin sebelum melakukan pemotretan, mengetahui latar belakang orang dan tempat yang akan difoto agar bisa menghasilkan foto yang lebih bercerita dan bermakna. Pentingnya berpikir out the box agar foto kita tidak sama dengan foto-foto yang ada sebelumnya. Saya begitu kagum saat beliau memperlihatkan foto karyanya pada acara di Toraja. Beliau sengaja mengambil foto motion sehingga orang-orang yang ia foto tampak blur, bergerak layaknya hantu yang gentayangan. Menurut pandangannya mungkin seperti itulah kira-kira ketika arwah-arwah itu bangun. Cara berpikir yang  luar biasa. Tidak pernah terlintas dipikiran saya sebelumnya.

Setelah sesi tanya jawab bersama Pak Armin Hari selesai, saya pun pulang. Suami dan anak saya sudah menunggu di bawah. Saya melewatkan sesi pengumuman pemenang foto challange, karena saya juga tidak yakin akan menang.

Pulang dari acara itu membuat saya betul-betul teracuni, hingga hari ini, kamera Fuji Film yang klasik dan ringan itu masih terbayang-bayang. Berharap segera ada rejeki untuk membelinya, atau ada orang lain yang menghadiahkannya.

IMG_0974

Pak Armin Hari sedang membawakan materi tentang Travel Photography

2 thoughts on “Hati-hati, FujiTalk Beracun!

  1. Pingback: Inart's Story - Saya dan Fotografi -

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.