Makassar dari Jendela Pete-pete, Sebuah Persembahan

Untitled-1

Obsesi yang menggerakkan lahirnya karya. Bila Anda tak berobsesi, atau obsesi Anda tidak berdentam deras, mood, bakat, momentum, waktu luang, tak akan cukup menjadi lokomotif penggerak. (Budi Darma)

Semuanya memang hanya bermula dari obsesi, obsesi seorang mahasiswa yang bermimpi untuk menerbitkan sebuah buku sebelum gelar bersanding dengan namanya. Yah… hanya sebuah obsesi. Kemudian obsesi ini saya ceritakan kepada beberapa orang, dan saya tak menyangka mereka merespon dengan baik mimpi tersebut.

Berawal dari kegelisahan saya dengan “budaya tentengan” di jurusan arsitektur pada khususnya dan UNHAS pada umumnya. Seperti hal yang lumrah, pada saat seminar terbuka dan ujian meja, kami para mahasiswa diwajibkan untuk menyediakan sebuah kantongan yang akan di bawa pulang oleh dosen dimana kantongan tersebut berisi kue+minuman kaleng+buah+dll…

Bahkan konon, ada stigma yang terbangun bahwa “tentengan menentukan nilai”. Bagi mereka yang memiliki “modal” yang banyak, hal ini tentu saja bukanlah masalah bahkan mereka bisa menyediakan “kemewahan” dalam tentengan tersebut. Tetapi bagi yang tidak mampu? Hal ini kadang-kadang memberatkan. Sungguh ironis, karena rasa “percaya diri” seorang mahasiswa dikendalikan oleh sebuah “tentengan” bukan dengan kapasitas intelektualnya. Saya pun bermimpi memberikan sebuah budaya baru, mengubah isi tentengan itu dengan sebuah benda yang lebih intelektual, sebuah buku yang saya tulis sendiri!

Buku ini juga lahir dari kekhawatiran terhadap makin minimnya budaya literer dan telah tergeser oleh kebuntuan intelektual, gaya hidup konsumtif hingga prilaku anarkis di kalangan anak muda. Saya menantang diri keluar dari pagar kampus, belajar lebih peka dan kritis terhadap segala hal yang terjadi di jalanan, pantai, sungai, serta di semua sudut kota ini. Ide penulisan ini disemai di hati dan pikiran saya sebagai seorang warga kota yang hendak aktif merespon kebijakan perencanaan kota, serta untuk menegaskan bahwa kota ini milik kita semua, bukan hanya milik golongan tertentu.

Mulailah saya bergelut dengan tulisan-tulisan saya, melakukan observasi, berdiskusi dengan teman-teman mahasiswa dan beberapa dosen, hingga berbincang dengan mereka yang kadang dipandang sebelah mata pada sebuah perencanan kota. Hingga akhirnya beberapa tulisan pun terkumpul. Buku ini dikembangkan dari tulisan-tulisan saya selama kurun waktu tiga tahun terakhir, yang sebagian besar telah ditayangkan di www.panyingkul.com. Tulisan-tulisan yang terkait dengan isu-isu kota yang juga merupakan bagian dari mata kuliah di Program Studi Pengembangan Wilayah Kota, Universitas Hasanuddin, tempat saya berkuliah.

Namun ternyata semua tak semudah yang saya bayangkan, ada kalanya saya harus melewati masa putus asa diiringi beberapa masalah lain yang turut mengganggu konsentrasi. Bahkan saya sempat mengalah, dan hendak berhenti untuk mencapai mimpi tersebut. Tetapi sekali lagi orang-orang terdekat, sahabat, para kolega, serta kawan-kawan yang sebagian besar dari mereka tidak menyadari betapa besar peran mereka hingga terbitnya buku ini, memberikan saya semangat, memberikan lokomotif penggerak hingga obsesi itu berdentam kembali.

Terima kasih kepada Lily Yulianti Farid, pendiri Panyingkul! yang saya kenal sebagai penulis yang sangat kreatif dan inspiratif, sekaligus kawan yang hangat. Ia seorang editor yang dengan sabar menyemangati, mengingatkan tenggat waktu dan mengedit tulisan-tulisan saya. Darinya saya belajar banyak tentang teknik penulisan selama kurun waktu tiga tahun terakhir. Buku ini tak mungkin lahir tanpa keterlibatannya yang penuh dedikasi.

Saya berhutang budi pada pertemanan dan diskusi-diskusi bernas di komunitas Panyingkul! serta berbagai kegiatan yang dijalankan www.panyingkul.com. Untuk Bapak Matsui Kazuhisa atau Daeng KM, yang demikian mencintai Makassar, terima kasih atas bantuannya mewujudkan buku ini. Juga kepada Anwar Jimpe Rahman beserta teman-teman di Komunitas Inninawa dan Performa yang telah membantu banyak proses produksi penerbitan.

Saya juga berterima kasih kepada teman-teman kreatif yang telah bersedia membantu menerjemahkan pokok pikiran setiap tulisan ke dalam grafis. Mereka adalah Ahmad Fajrusysyarif, Gihon, Yafet Paseru, Muhammad Mustamar dan Andi Taufik Hidayat. Gambar-gambar itu telah memberikan warna tersendiri.

Tanpa ilmu yang telah diberikan dengan ikhlas oleh para dosen Program Studi Pengembangan Wilayah Kota UNHAS, buku ini tentu juga mustahil terwujud. Ucapan terima kasih terkhusus saya haturkan untuk Bapak Ir. H. Ambo Enre BS, MS dan Ibu Wiwik Wahidah Osman, ST,MT yang sabar membimbing saya mampu menyelesaikan tahap akhir masa studi. Terima kasih pula kepada Pak Ihsan, ST,MT yang bersedia membaca naskah awal buku ini dan mempertajam analisa saya berkat diskusi-diskusi yang selalu meletupkan pertanyaan dan pemikiran baru.

Kajian pustaka untuk mendukung tulisan-tulisan di buku ini tersedia dengan baik berkat kebaikan hati Halim HD yang mengirimkan buku-buku dan artikel-artikel yang terkait dengan kota dan juga telah bersedia meluangkan waktu untuk membaca dan memberikan komentar untuk tulisan-tulisan saya. Sementara Nurhady Sirimorok, teman yang kritis, telah meluangkan waktu memberikan masukan untuk hasil akhir buku ini. Ia membuat saya belajar mengeksplorasi pendekatan baru dalam melihat konteks sejarah perkembangan kota.

Kepada lembaga kemahasiswaan dan teman-teman yang terlibat di dalamnya juga seharusnya saya berterima kasih. Kegiatan di lembaga kemahasiswan membuat saya matang dan belajar banyak hal yang tidak saya peroleh di bangku kuliah. Kepada teman-teman di Himpunan Mahasiswa Arsitektur Fakultas Teknik Unhas, Senat Mahasiswa Fakultas Teknik Unhas khususnya divisi Penelitian dan Pengembangan serta kawan-kawan di Mapala 09 SMFT-UH, terima kasih untuk pengalaman berharga yang mampu menggugah hati kecil saya untuk senantiasa peka dan peduli.

Terima kasih pula saya sampaikan untuk teman-teman diskusi di milis Panyingkul!, milis Ikatan Mahasiswa Perencana Indonesia, hall jurusan arsitektur, plazgoz, jasbog, jastek, POMD, taman bermain dan belajar Mapala 09 dan portal angingmammiri-komunitas blogger Makassar yang telah menjadi sebuah ruang sosial yang membangun solidaritas untuk kehidupan kota yang lebih baik.

Untuk keluarga yang sangat saya cintai, terima kasih karena membuat saya terus percaya diri mewujudkan berbagai mimpi di tengah berbagai keterbatasan. Terima kasih telah mengajarkan arti sebuah perjuangan yang tiada henti. Kepada kakak saya, uNieQ, dan sahabat saya, Asrul, terima kasih untuk motivasi yang terus menerus hingga saya bersemangat menyelesaikan buku ini.

Terakhir puji syukur kepada Allah SWT, karena semua bermula dari-Nya maka akah berakhir pula kepada-Nya.

Akhir kata, semoga buku ini bermanfaat bagi seluruh warga Kota Makassar ataupun bagi mereka yang tertarik terhadap ilmu perencanaan kota.

Sampaikan mimpimu pada orang lain dan bukan tak mungkin mimpi itu akan nyata.

Makassar, Juli 2009

18 thoughts on “Makassar dari Jendela Pete-pete, Sebuah Persembahan

  1. alnekontes

    conret’s to *jengkelin on plurk dulu* ^^

    smangat dan terus berkarya yo, to chi_jie ikut nah, nah, nah

    Reply
  2. anbhar

    akhirnya… terbit juga…
    sy pesan 1 plus tanda tangannya, ditukar dengan COTO. MAU?? Ha…Ha…Ha… *ketawa ala mbah surip*

    Reply
  3. yodi

    wah wah wah…mau donk bukunya…bisa dkirimin ga??? plus ttd donk…

    mba, ijin ngikutin blognya yo…

    gampang diatur klo mo dikirm, japri sj alamatx.. xixixi
    btw, nda suka k dipanggil mba, bukan k orang jawa bela. panggil saja becce.. hehehe

    Reply
  4. app

    itu baru awal perjuanganmu…berjuanglah wanita makassar
    jangan pernah berhenti menulis,!
    jadi kapan dibagi2 BUKUNYA?

    Reply
  5. uNieQ

    apa mi lagi bede yang mau ku koment disini???

    capek ma kasi selamat ko…

    tp moga2 nda capek jako dengar k berlabbu2 ria…. hahahahaha

    sekali lagi selamat pale na!!!!! finnaly, ur dream come true!!!! nu kasi terharuki etta sama ibu nu.. cuma kecewa ki kodonk, kenapa nda nu libatkanki… khan bangga tongi klo terlibatki…

    tp setidaknya ada mi yang bisa ko tunjukkan toh!!! tp kasian k liad etta nu kodonk, mau sekali hadir di acara launching nu, tp nda nu panggilki.. bate na curhat2 sama sy.. ini pas sy ketik toh, curhatki etta nu dibelakangku.. berkaca2 mami mata na kasi’na….

    jadi apami lagi mau kubilang??? nda ada mi kek na.. nanti sy lanjut langsungmi palee!!!! hahahahhahahahahahhahahahahh

    Reply
  6. dhodie

    Ah keren sekali saudari kembar saia ini.. Salut (worship) (worship)

    Bisa dapet gratisan tak?

    Makasih saudara kembar. Hihi
    gratisanx dah habis pas launching kemarin 😀

    Reply
  7. dedy hartarto

    Salam kenal,

    bangun pagi masuk ke kamar adek saya eh lihat ada buku ini, buka halaman pertama ada tulisan “buat my best friend risty dari winarni k.s.” beserta tanda-tangan yang bikin…sekilas diingat-ingat akhirnya inget juga dengan nama seorang teman adik saya di salah Satu SMP di dekat lapangan karebosi yang dulu sering maen ke rumah. tapi kalo diingat-ingat lebih dalam sudah lupa yang mana wajahnya, sudah 8 taun yang lalu bela.

    end on comment. congrats buat bukunya, tidak banyak loh mahasiswa yang bisa bisa menghasilkan buku seperti kamu. sukses untuk karya-karya yang lain.

    Eh… Kak Dedy, kakakx Risty ya, thx udah mampir di blog ini.

    Saya yang dulu paling sering nongkrong di depan komputer.
    Tapi sepertinya memang jarang ketemu apalagi Kak Dedy sdh kuliah di yogya, jadi wajar klo sudah lupa mukanya. 😀

    Sekali lagi makasih atas apresiasinya

    Reply
  8. manusia bodoh

    ini tho bukuna, penasran pengen baca, wah masih saudara mbak Unieq “CC” ya….??
    kabur ah ntar disangka godain adiknya sama mbak CC

    iya, ini bukux 😀

    yop, uNieQ is my lovely sister 😛

    Reply
  9. zuLHam

    bisa order tidak, daeng? penasaran k’ mau baca bela…
    pemesanannya bisa via email? mohon info yah… tengkyu b4

    thx apresiasinya, sayang buku yang sama saya sudah habis. klo berminat silahkan menghubungi nomor hp yang saya tulis di note di fb kak Arul
    thx

    Reply
  10. nolhours

    wow.. salute!!

    tabe.. saya cukup terperangah membaca judulnya. setiap pulang kemakassar yang ada cuman lautan beton dimana mana, mulai dari pemukiman, ruko, mall, dan lain lain.

    ini parasanganta!!

    Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.