Hadiah Longsor Lengkese

      Tak ada komentar pada Hadiah Longsor Lengkese

Dari fasilitas Google Earth, seorang kawan melihat beberapa danau yang terbentuk di sekitar daerah longsoran di Lengkese, Desa Manimbahoi, Kecamatan Parigi, Kabupaten Gowa. Lokasinya kira-kira 80 km sebelah selatan pusat kota Makassar. Karena tertarik melihat danau-danau itu, kawan tadi pun mengajak kami berpetualang.

Hari itu Sabtu, 19 April 2008. Jalan menuju pusat wisata Malino masih rusak parah. Mobil seakan berjoget mengikuti irama tanah, gundukan maupun lubang yang besar dan berlumpur. Tak ada pilihan lain. Hanya ini satu-satunya akses untuk mencapai tujuan. Beberapa truk dengan muatan berat masih asyik berlenggang padahal mereka adalah salah satu penyebab jalan menjadi tambah rusak. Memasuki daerah air terjun Takapala, perjalanan dilanjutkan hingga kami menemui jembatan merah. Beberapa eskavator tampak masih menyelesaikan tugas yang tersisa. Jembatan panjang itu hanya dapat dilalui oleh motor sedangkan mobil melalui jembatan di bawahnya.

Sebuah truk pembawa pasir tampak melewati jalan pengerasan menuju Lengkese. Jalan yang membelah pegunungan di sebelah kanan dan lembah curam di sebelah kiri itu, akan segera diperbaiki. Bulan depan, diprediksikan jalan tersebut akan rampung.

Setelah menikmati pemandangan sawah yang menghijau, kami pun tiba di desa Lengkese. Sejenak kami istirahat di rumah Daeng Cabbi, sebelum melanjutkan perjalanan. Perjalanan di mulai menyusuri telaga kemudian melewati jalan setapak yang mendaki. Bebatuan bekas longsoran berwarna warni ditapaki menuju bukit.
Hamparan itu tak lagi rata seperti beberapa tahun lalu. Topografinya telah berubah, tanah yang dialiri sungai itu turun hingga kedalaman 30 meter dari topografi awalnya. Pada saat bencana longsor empat tahun lalu, kampung tertimbun lumpur yang diperkirakan mencapai hampir 2 miliar kubik. Bahkan menurut penduduk setempat, longsor masih sering terjadi setiap hari Jumat, merupakan hari yang sama kala longsor itu pertama kali terjadi pada tanggal 24 Maret 2004.

Tiba di atas bukit, kami melihat tiga danau yang terbentuk akibat tanah tumbang. Pasir dan bebatuan jatuh di lembah hingga menciptakan kawah. Air yang terus mengalir menutupi kawah hingga terbentuklah danau yang indah. Danau itu tampak jernih, ditumbuhi ilalang, ikan-ikan berenang riang dan burung kasuari tampak berlalu lalang. Pemandangan itu mendamaikan hati siapa saja yang melihatnya.

Hamparan rumput yang luas dipijaki kerbau. Penduduk sekitar memanfaatkan hamparan rumput itu sebagai arena untuk memberi makan kerbau mereka. Kerbau tersebut di lepas begitu saja dan akan ditarik kembali ke kampung, kala musim membajak telah tiba.

Beberapa tanah yang statis yang tidak ikut longsor menciptakan bentuk-bentuk yang unik dan berlapis-lapis. Warna pasir dan batu yang bervariasi menciptakan pemandangan tidak biasa. Tanah terbelah dan danau yang indah, semuanya tercipta di sini. Bencana yang menyedihkan itu, kini menghadiahkan pemandangan eksotik yang tidak akan tercipta tanpa tanah tumbang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.