Hegemoni Iklan Rokok di Kota

      1 Komentar pada Hegemoni Iklan Rokok di Kota

Dalam perjalanan dari kampus Universitas Hasanuddin di Tamalanrea menuju rumah saya di Jalan Singa, Makassar, misalnya, berulang kali kalimat itu saya dapati. Di depan pintu satu dan dua kampus Unhas, sebuah iklan rokok merek Gudang Garam menguasai ruang penglihatan. Tak berapa lama dalam perjalanan ke arah kota, tepatnya di Jembatan Tallo, sebuah papan reklame besar LA Lights milik perusahan rokok Djarum dan iklan rokok Country berjejer di median jalan.

Seterusnya, di Panaikang dan di depan kampus Universitas 45, berdampingan dengan lampu jalan, papan reklame milik Djarum (Djarum Black dan LA lights) kembali menghiasi jalan. Djarum kembali memamerkan produknya di median Jalan Urip Sumoharjo. Memasuki Jalan Bawakaraeng, iklan rokok Class Mild yang mendapat giliran tampil memukau dengan neonbox. Dan memasuki Jalan Veteran tepatnya di depan Jalan Sungai Saddang, dua papan reklame besar Gudang Garam dan satu baliho milik A Mild mengakhiri iklan rokok dalam perjalanan saya hari itu.

Iklan rokok dengan rangkaian kalimat peringatannya tersebut, memang menguasai kota tercinta ini. Perusahan-perusahan penghasil asap tersebut memamerkan produknya di jembatan penyeberangan seperti tampak di Jalan Urip Sumoharjo dan Jalan Sudirman, di depan toko atau warung di seluruh sudut kota, dalam bentuk baliho, umbul-umbul, neonbox di pinggir jalan besar dan kecil, bahkan dalam bentuk patung seperti yang terdapat di Jalan AP Pettarani, dengan patung bola bolling yang bertuliskan A Mild, sebuah produk rokok milik Sampoerna.

Patung adalah salah satu elemen kota yang biasanya bercerita tentang sejarah maupun budaya tempat di sekitarnya. Apakah keberadaan patung bolling tersebut juga mengisahkan sesuatu?

Keberadaan iklan-iklan rokok di setiap sudut kota tersebut juga kerap tidak beraturan bahkan terkesan semrawut. Keberadaannya menjadi momok terhadap rusaknya keindahan kota.

Cara pemasaran produk rokok memang terkesan sensasional, kreatif dan inovatif. Mereka kerap menampilkan gadis seksi, pria berotot, hewan buas, pemusik serta artis-artis terkenal. Design grafis yang ditampilkannya dalam bentuk baliho, umbul-umbul dan neonbox pun terlihat sangat menarik bahkan kerap menampilkan kata-kata yang mengandung makna filosofis yang sangat tinggi. Keberadaan produk bersama reklamenya tersebut seolah memberi kesan bahwa mereka adalah sebuah ikon kreatifitas dan intelektual.

Bukan rahasia lagi, rokok kerap menjadi bahasa pembenaran bagi para seniman dan aktivis. Banyak seniman berkata, merokok membantu mereka memunculkan ide. Bagi para aktivis, rokok merupakan teman diskusi yang sangat menyenangkan. Bahkan bagi para anak-anak, rokok mampu menjadi penyumbang identitas bahwa mereka telah dewasa.

Perusahan rokok memang tak tanggung-tanggung mengeluarkan dana untuk biaya promosi produknya. Beberapa data berikut diperoleh dari berbagai media untuk biaya promosi produk rokok pada tahun 2006. PT HM Sampoerna dengan produk A Mild mengeluarkan dana Rp144,16 miliar dan Rp50 miliar untuk produk U Mild. PT Nojorono dengan produk Class Mild mengeluarkan dana Rp61,63 miliar. LA Lights milik PT Djarum Super mengeluarkan dana promosi sebesar Rp57,7 miliar. PT Bentoel tidak mau kalah mempromosikan X Mild dengan dana Rp41,84 miliar dan Star Mild sebesar Rp58,89 miliar.

Angka-angka yang fantastik. Iklan tersebut tentu memberikan hasil positif kepada perusahannya. Seperti yang diuraikan Majalah SWA edisi 24 Mei – 3 Juni 2007, laba bersih PT Gudang Garam sebesar Rp1 triliun dan laba bersih PT HM Sampoerna mencapai Rp3,53 triliun pada tahun 2006.

Makin maraknya konsumsi rokok tak lepas dari peran promosi besar-besaran seperti diuraikan di atas. Keberadaan iklan rokok di tengah kota memang berimplikasi positif pada penghasilan daerah namun keberadaannya yang dimana saja dan kapan saja tersebut dapat berimplikasi negatif pada keindahan kota dan kesehatan masyarakat.(p!)

1 thought on “Hegemoni Iklan Rokok di Kota

  1. desty

    kamu tinggal di jalan singa? kenal ama dias dan deka dong…mereka alumni smudama juga.
    deka dimana ya sekarang?

    iya, tetangga 2 blok. Skr kak deka di salah satu kantor pemerintahan di Makassar, tepatx saya kurang tahu!

    Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.